A. BIAYA PENDIDIKAN
Biaya adalah keseluruhan
pengeluaran baik yang bersifat uang maupun bukan uang, sebagai ungkapan rasa
tanggung jawab semua pihak terhadap upaya pencapaian tujuan yang sudah
ditentukan. Biaya merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Penentuan biaya akan memengaruhi tingkat efisiensi
dan efektivitas kegiatan di dalam suatu organisasi.
Biaya pendidikan adalah
seluruh pengeluaran baik yang berupa uang maupun bukan uang sebagai ungkapan
rasa tanggung jawab semua pihak (masyarakat, orang tua, dan pemerintah)
terhadap pembangunan pendidikan agar tujuan pendidikan yang dicita-citakan
tercapai secara efektif dan efisien, yang harus terus digali dari berbagai
sumber, dipelihara, dikonsolidasikan, dan ditata secara administratif sehingga
dapat digunakan secara efektif dan efisien. (Matin dalam buku Manajemen
Pembiayaan Pendidkikan.)
B. STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Menurut PP No. 32 tahun 2013 Standar Pembiayaan Pendidikan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pembiayaan pendidikan terdiri
atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya
investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangansumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
· Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
· Biaya operasi satuan pendidikan
meliputi:
1. Gaji
pendidik, tenaga kependidikan dan segala tunjangan yang melekat pada gaji,
2. Bahan
atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
3. Biaya
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.
Menurut
Lipham (1985), Pembiayaan
Pendidikan adalah beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan
menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan
dan pertanggungjawaban.
C. KEBIJAKAN
PEMERINTAH DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan
adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan
tertentu. Sedangkan kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu
keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan
tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.
Pembiayaan pendidikan menjadi masalah yang sangat
penting dalam keseluruhan pembangunan sistem pendidikan. Uang memang tidak
segala-galanya dalam menentukan kualitas pendidikan, tetapi segala kegiatan
pendidikan memerlukan uang. Oleh karena itu jika performance sistem pendidikan
diperbaiki, manajemen penganggarannya juga tidak mungkin dibiarkan, mengingat
bahwa anggaran mesti mendukung kegiatan.
Berikut kebijakan Pemerintah dalam Pembiayaan
Pendidikan:
Setiap
warga Negara berhak mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib
membiayainya. Kemudian Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional (UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2
dan 4).
Pemerintah
dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. (Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bab VIII Wajib Belajar pasal 34 ayat 2).
Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat (pasal 46). Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan
prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan (pasal 47). Pengelolaan dana
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik (pasal 48). Pemerintah (pusat maupun daerah) harus
mengalokasikan minimal 20% anggarannya untuk keperluan sektor pendidikan di
luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan (pasal 49).
Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat dimana masyarakat yang dimaksud meliputi: penyelenggara atau
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; peserta didik, orang tua atau wali
peserta didik; dan pihak lain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008
tentang Pendanaan Pendidikan pasal 2 ayat 1 dan 2).
D. Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam
Pembiayaan Pendidikan
Menurut
Undang-undang No 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab XV Peran Serta
Masyarakat dalam Pendidikan pasal 54 :
Ayat
1: Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi serta perseorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Ayat 2: Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana,
dan pengguna hasil pendidikan.
Sedangkan
dalam UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Guru Pasal 13 ayat 1 dan 2
menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran
untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam
jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur
dengan PP.
J.
Wiseman (1987) menyebutkan tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah
pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan adalah
kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat
dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam
sumber daya manusia/human capital ; Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak
orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan
berdampak pada social benefit secara keseluruhan; Pengaruh faktor politik dan
ekonomi terhadap sektor pendidikan.
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya adalah:
1. Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pada
pasal 8 dan 9 UUSPN disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk berperanserta
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasaan, dan evaluasi program pendidikan.
Sedangkan pasal 9 menyebutkan bahwa masyarakat wajib memberikan dukungan sumber
daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Hak dan Kewajiban Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
Pasal
10 UUSPN menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 disebutkan bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah:
a. Wajib memberikan layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
Negara tanpa diskriminasi.
b. Wajib menjamin tersedianya daya guna
dan terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga yang berusia sampai dengan
lima belas tahun.
3. Tanggung Jawab Pendanaan. Pasal 46 UUSPN
menyebutkan bahwa:
a. Pendanan pendidikan memjadi tanggung
jawab bersama bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
b. Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan.
4. Sumber dan Pengelolaan Dana Pendidikan.
Pasal 47 UUSPN menyebutkan bahwa:
a. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan
berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan berkelanjutan.
b. Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat mengerahkan sumber daya yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pasal 48 menyebutkan bahwa
pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efesiensi,
transparansi dan akuntabilitas publik.
5. Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan
diatur dalam 54 UUSPN, yaitu:
a. Peranserta masyarakat dalam pendidikan
meliputi serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha,
dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan.
b. Masyarakat dapat berperan serta sebagai
sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Sedangkan
fungsi komite sekolah (pada level sekolah) menurut Kemendiknas No. 044/U/2002
adalah sebagai berikut:
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan
komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan mayarakat
(perseorangan, organisasi, dunia usaha, dunia industri) dan pemerintah
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi,
ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan
rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
Kebijakan dan program pendidikan
Rancana Anggaran Pendidikan dan Belanja
Sekolah (RAPBS)
Kriteria kinerja satuan pendidikan
Kriteria tenaga kependidikan
Kriteria fasilitas pendidikan
Hal-hal yang terkait dengan pendidikan
e. Mendorong orang tua dan masyarakat
berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam
rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan
terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
Keberhasilan
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan
tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan
keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, keluarga dan masyarakat. Ini berarti mengisyaratkan
bahwa orang tua murid dan masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk
berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
E. DANA BOS, BOP, BKM
• Biaya Operasional Sekolah (BOS)
Pada
Maret dan Oktober 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar
minyak (BBM) dan merelokasi sebagian besar dananya ke empat program besar yang
dirancang untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin,
akibat peningkatan harga BBM. Keempat program tersebut adalah untuk bidang
pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan bantuan langsung tunai.
Salah satu program di bidang pendidikan yang mendapat alokasi anggaran cukup
besar adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menurut
Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009 BOS adalah program pemerintah yang pada
dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi
satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Program BOS
mengadopsi pendekatan yang berbeda karena dana tidak diberikan kepada siswa
miskin tetapi diberikan dan dikelola oleh sekolah. Jumlah dana BOS yang
diberikan ke sekolah dihitung berdasarkan jumlah murid di masing-masing
sekolah.
Tujuan
program BOS menurut Buku Panduan 2006: ”Program bantuan Opearsional sekolah
(BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan
meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan
dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9
tahun”.
Besar
biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah
pada tahun anggaran 2012, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan
ketentuan:
• SD/SDLB :
Rp 580.000,-/siswa/tahun
• SMP/SMPLB/SMPT : Rp
710.000,-/siswa/tahun
Landasan
Hukum
Landasan
hukum kebijakan penyaluran dan pengelolaan dana BOS Tahun 2012 antara lain:
1. Peraturan Menteri Keuangan No.
201/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum dan
Alokasi BOS Tahun Anggaran 2012
2. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62
Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan BOS
• Biaya Operasional (BOP)
Menurut
Nafarin (2007) BOP atau Biaya Operasional adalah biaya usaha pokok perusahaan
selain harga pokok penjualan. Biaya usaha terdiri dari biaya penjualan, biaya
administrasi dan umum. Biaya operasional
pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat melangsungkan kegiatan pendidikan
yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.
Program BOP bertujuan untuk meringankan biaya pendidikan bagi anak tidak mampu,
agar mereka memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu.
Landasan
Hukum :
1. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
3. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2004-2025
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010
tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan.
• Bantuan Khusus Murid (BKM)
Menurut
Muhammad Rizal Maulidi (2007) Dana Bantuan Khusus Murid (BKM) adalah salah satu
manifestasi dari program kompensasi pengurangan susbsidi (PKPS) BBM yang
ditujukan untuk membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah selama
duduk di bangku sekolah. Dana ini diberikan kepada siswa yang tidak mampu untuk
mencegah siswa putus sekolah.
Tujuan
lain dari Bantuan Khusus Murid (BKM) adalah memberikan fasilitas dan sarana
belajar bagi siswa. Dana Bantuan Khusus Murid (BKM) diberikan oleh pemerintah melalui
sekolah berupa uang tunai yang diberikan setiap enam bulan sekali.
Dana
dapat dimanfaatkan siswa dalam mengikuti pendidikan di sekolah untuk pembiayaan
iuran bulanan sekolah dan/atau; pembelian perlengkapan belajar siswa, dan/atau;
transportasi siswa ke sekolah.
Persyaratan
Penerima Dana Bantuan Khusus Murid (BKM)
Untuk
sekolah :
1. Mengajukan usulan daftar nama siswa
calon penerima bantuan kepada Dinas Pendidikan Provinsi setelah mendapat
persetujuan dari Dinas Pendidikan Kab/Kota (dana Dekonsentrasi)
2. Melengkapi isian format/biodata lengkap
setiap siswa untuk keperluan pembukaan rekening atas nama siswa.
3. Membuat pernyataan siswa yang diusulkan
mendapat bantuan adalah benar-benar siswa dari keluarga kurang mampu secara
ekonomi.
4. Melengkapi identitas dan alamat sekolah
secara lengkap.
5. Memiliki rekening sekolah (bukan
rekening atas nama pribadi atau yayasan), bagi sekolah yang siswanya sulit
untuk mengakses ke Bank (tidak ada Bank di kecamatan sekolah berada).
Siswa
Penerima:
1. Siswa yang berasal dari keluarga kurang
mampu secara ekonomi.
2. Siswa yang tidak sedang menerima
beasiswa lainnya dari Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah.
3. Siswa SMA atau siswa SMK Bidang Studi
Keahlian/Program Studi Keahlian selain Agribisnis dan Agroteknologi serta
Pelayaran (siswa Agribisnis dan Agroteknologi serta Pelayaran memperoleh
bantuan sejenis dari Pusat).
4. Diusulkan oleh Sekolah bersangkutan
sebagai siswa calon penerima bantuan.
5. Ditetapkan sebagai penerima bantuan oleh
Dinas Pendidikan Provinsi.
Landasan
Hukum
Pemberian
Bantuan Khusus Murid Jenjang Pendidikan Menengah dilandasi ketentuan
perundangan sebagai berikut :
1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 2 tahun 2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Pendidikan Nasional
2010-2014 dan perubahannya;
3) Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Pendidikan Menengah tahun 2010-2014
4) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Satuan Kerja Direktorat Pembinaan SMK, Direktorat Pembinaan SMA, dan
Dekonsentrasi masing-masing provinsi.
F. BADAN HUKUM PENDIDIKAN
Badan
hukum pendidikan (disingkat BHP) merupakan suatu bentuk badan hukum lembaga
pendidikan formal di Indonesia yang berbasis pada otonomi dan nirlaba. BHP
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 17
Desember 2008. Bagi pendidikan tinggi, BHP merupakan perluasan dari status
badan hukum milik negara (BHMN) yang dianggap cenderung sangat komersil dalam
penyelenggaraannya.
Badan
hukum pendidikan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada
peserta didik dan bertujuan memajukan pendidikan Nasional dengan menerapkan
manajemen berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.
Pada
tahun 2010, bentuk BHP telah dihapuskan sesuai dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010 yang
membatalkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009.
Alasan
Mahkamah Konstitusi membatalkan UU BHP adalah karena secara yuridis UU BHP
tidak sejalan dengan UU lainnya dan subtansi yang saling bertabrakan. Kedua UU
BHP tidak memberikan dampak apapun terhadap peningkatan kualitas peserta didik
dan ketiga UU BHP melakukan penyeragaman terhadap nilai-nilai kebhinekaan yang
dimiliki oleh badan hukum pendidikan yang telah berdiri lama di Indonesia,
seperti yayasan, perkumpulan, badan wakaf dan lain-lain. Oleh karena itu UU BHP
bertentangan dengan UUD 1945 dan batal demi hukum.
Mahkamah
menilai UU BHP telah mengalihkan tugas dan tanggung Pemerintah dalam bidang
pendidikan. Dengan adanya UU BHP misi pendidikan formal yang menjadi tugas
Pemerintah di Indonesia akan dilaksanakan oleh Badan Hukum Pendidikan
Pemerintah (BHPP) dan Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD). Padahal
UUD 1945 memberikan ketentuan bahwa tanggung jawab utama pendidikan ada di
negara.
UU
BHP menjadikan BHPP dan BHPPD sebagai penentu keberhasilan pendidikan. Hal itu
mengakibatkan tidak ada jaminan tidak
tercapainya tujuan pendidikan nasional sekaligus menimbulkan ketidakpastian
hukum. Mahalnya biaya pendidikan saat ini membuat banyak masyarakat semakin
mempertimbangkan lagi pentingnya sebuah pendidikan. Undang-undang yang baru
saja disahkan oleh pemerintah ternyata malah mengundang kontroversi. Banyak
pihak yang tidak setuju dengan UU BHP ini. Karena pengesahan ini membuat biaya
pendidikan semakin mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
G. BADAN LAYANAN UMUM PENDIDIKAN
Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Pasal 1 Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktifitas. BLU terdapat di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah (Badan Layanan Umum Daerah disingkat BLUD).
Sektor
pelayanannya diantaranya adalah pendidikan, kesehatan, dan pelayanan di dalam
wilayah kawasan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara yang mengamanatkan tujuan mulia BLU sebagai salah satu agen pembangunan,
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah
membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
guna menyalurkan bea siswa, riset dan pembangunan prasarana dan sarana
pendidikan. BLU tersebut beroperasi pada tahun 2013. Saat ini, proses
pembentukan BLU masih dalam tahap pembahasan antara dewan pengawas, yang
diantaranya beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
serta Menteri Agama.
BLU
bidang pendidikan itu mengelola dana abadi pendidikan yang saat ini jumlahnya
Rp 16 triliun dan akan dimanfaatkan untuk tiga bidang, yaitu untuk bea siswa S2
dan S3. Yang kedua untuk riset yang terkait dengan kesejahteraan nasional
seperti ketahanan energi, lalu untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan
untuk ketahanan bencana.
Landasan
Hukum
1) UU No 1 tahun 2004 tentang
perbendaharaan Negara
2) UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan
Negara
3) PP no. 74 Tahun 2012: Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum
4) PP No 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
5) Permenkeu no. 92/PMK.05/2011 tentang
Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum
6) Permenkeu No. 08/PMK.02/2006: Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum
7) Perdirjen Perbendaharaan no.
Per-36/PB/2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan Satuan Kerja Badan
Layanan Umum
8) Perdirjen Perbendaharaan no.
PER-20/PB/2012 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
Satuan Kerja Badan Layanan Umum.
9) Perdirjen Perbendaharaan no.83 Tahun
2011 tentang Pedoman Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
10) Perdirjen Perbendaharaan no. 30 Tahun 2011
tentang Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satuan Kerja Badan Layanan
Umum
11) Permendikbud No. 77 Tahun 2012: Pedoman
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan PTN yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum
12) Permendiknas No 33 tahun 2009 tentang
Pedoman Pengangkatan Dewan Pengawas Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan umum
13) Permendiknas No 53 tahun 2008 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum Bagi Perguruan Tinggi Negeri yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar