Minggu, 12 Oktober 2014

Kebijakan perpajakan dalam bidang pendidikan



Kebijakan Perpajakan dalam Bidang Pendidikan
 
A. Definisi Pajak
Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi suatu negara. Hukum pajak termasuk hukum publik yang berlaku Lex Specialis derogat Lex Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Mengenai definisi pajak penulis mengutip dari berbagai sumber sebagai berikut.
A tax is a financial charge or other levy imposed upon a taxpayer (an individual or legal entity) by a state or the functional equivalent of a state such that failure to pay, or evasion of or resistance to collection, is punishable by law. Taxes are also imposed by many administrative divisions. Taxes consist of direct or indirect taxes and may be paid in money or as its labour equivalent. (Pieter Brueguel 1960) Yang berarti pajak adalah biaya keuangan atau retribusi lainnya dikenakan kepada pembayar pajak (baik individu maupun badan hukum) oleh suatu negara atau setara secara fungsional sehingga tidak adanya pembayaran, penghindaran atau perlawanan untuk menunda pembayaran, dapat dihukum oleh hukum. Pajak juga diberlakukan oleh banyak bagian administratif. Pajak terdiri dari pajak langsung atau tidak langsung dan dapat dibayar dengan uang atau sebagai tenaga kerja yang setara.
From the view of economists, a tax is a non-penal, yet compulsory transfer of resources from the private to the public sector levied on a basis of predetermined criteria and without reference to specific benefit received. Dari pandangan ekonom, pajak adalah bukan pembayaran atas hukuman namun kewajiban sumber daya swasta ke sektor publik yang dikenakan atas dasar kriteria yang telah ditentukan dan tanpa mengacu pada manfaat khusus yang akan diterima.
Sedangkan pajak menurut UU No.28 Pasal 1 ayat 1 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang tertulis bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemamakmuran rakyat.

Pajak dalam bidang pendidikan sebenarnya pemerintah telah memberikan keringanan pajak terhadap institusi pendidikan. Hal ini mengingat pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan masih terbatasnya anggaran negara untuk bidang pendidikan. Dalam peranannya tersebut, pemerintah memberikan insentif bagi organisasi nirlaba yang menginvestasikan penghasilan yang diperolehnya pada pengembangan dunia pendidikan.
Terhadap laba yang diperoleh oleh organisasi pendidikan tersebut yang diinvestasikan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).  Artinya, apabila organisasi pendidikan tersebut mendapatkan laba, laba yang seharusnya dikenakan pajak (PPh) tidak akan dikenakan PPh jika laba tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana. Pemerintah memberikan jangka waktu selama 4 (empat) tahun sejak laba tersebut diperoleh, untuk ditanamkan kembali.
Akan tetapi, setelah lewat dari 4 (empat) tahun laba tersebut tidak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
Selanjutnya dasar pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan. Petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ./2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian danPengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Sementara itu, sarana dan prasarana pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut:
·  Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
·          Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
·         Pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan
·         Sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.
Adapun badan nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat badan nirlaba tersebut terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya. 
Dalam UU PPh diatur bahwa terhadap Wajib Pajak yang memberikan sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia serta sumbangan fasilitas pendidikan maka sumbangan tersebut menjadi biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak Wajib Pajak tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Insentif pemerintah yang lain di bidang pendidikan adalah dalam rangka pemberian beasiswa. Penerima beasiswa yang mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek PPh. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009.
Adapun lebih lanjut diatur bahwa komponen beasiswa tersebut terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian dan biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil. Selain itu, komponen tersebut juga dapat berupa biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
B. Kebijakan Dalam Bidang Pajak
Menurut kamus bisnis kebijakan pajak adalah A policy that dictates where tax burdens shall lie. Politicians dictate the type of tax structure they wish to implement, hopefully keeping in mind how their policies and laws will affect the individual and businesses. Also called tax code. Yang berarti bahwa Sebuah kebijakan yang menyatakan di mana beban pajak itu berada. Politisi yang menentukan jenis struktur pajak yang ingin mereka laksanakan, berharap dengan mengingat bagaimana kebijakan dan hukum mereka akan mempengaruhi individu dan bisnis. Hal ini biasa disebut dengan kode pajak.
Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tata pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sbg garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.
Menurut pendapat Ray M. Sommerfeld yang dikutip R.Mansury bahwa pengertian pajak adalah pengalihan sumber daya dari sektor swasta kepada sektor publik (Negara), karena penduduk yang bersangkutan mempunyai kemampuan secara ekonomis yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan tanpa mendapat imbalan yang langsung ditunjuk dalam rangka memenuhi tujuan ekonomi sosial negaranya. Jadi tujuan pemungutan pajak adalah merupakan tujuan sosial dan ekonomi suatu bangsa yang ingin dicapai melalui pengeluaran publik, yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut R. Mansury, tujuan kebijakan perpajakan adalah sama dengan kebijakan publik pada umumnya, yaitu mempunyai tujuan pokok :
1)     Untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran,
2)     Distribusi penghasilan yang lebih adil
3)     Stabilitas

     C.  PPN, PPN BM dan Pajak penghasilan (PPh)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen atau secara Cuma-Cuma/hadiah. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, karena pajak tersebut disetor oleh pihak lain sebagai pemungut, yang bukan penanggung pajak.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.
Berikut cara menghitung PPN:  10% x Nilai Objek Pajak
Objek Pajak Pertambahan Nilai yang dimaksud adalah:
a.       penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      impor Barang Kena Pajak;
c.       penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.       pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.       ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
 Adapun beberapa jenis barang dan jasa yang dikecualikan terkena PPN yaitu:
  1. Barang hasil tambang yang langsung diambil dari sumbernya
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat
  3. Makanan yang disajikan oleh hotel/restoran
  4. Uang, emas batangan dan surat-surat berharga
  5. Jasa pelayanan kesehatan
  6. Pengiriman via perangko pt pos
  7. Pelayanan social
  8. Leashing/ sewa guna dengan hak opsi
  9. Bidang keagamaan
  10. Pendidikan
  11. Kesenian
  12. Penyiaran non komersilangkutan umum
  13. Bidang tenaga kerja
  14. Perhotelan dan,
  15. Jasa yg dilakukan oleh badan pemerintah
PPnBM singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap:
1.      Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2.      Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah. Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.
Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM:
1.      Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2.      Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah;
3.      Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
4.      Perlu untuk mengamankan penerimaan negara;
Pengertian BKP (barang kena pajak) Mewah meliputi:
-   Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; ataubarang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
-          Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;
-          Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
-       Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.
Pengertian Tarif BKP Mewah. Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :
1)   Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2)   Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
3)   Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4)   Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
PPh adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).
Contoh Soal PPh Pasal 21

Wajib Pajak Aiga Rahmadiana, bekerja sebagai pegawai swasta dengan gaji Rp. 4.800.000/bulan, mendapat tunjangan makan Rp. 1.000.000/bulan, tunjangan transport Rp. 700.000/bulan, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja o,50%, Jaminan kesehatan 0,25%, Jaminan Hari Tua 2%.
Hitunglah besar PPh Pasal 21
Gaji                                                                             Rp. 4. 800.000,-
Tunjangan Makan                                                     Rp. 1.000.000,-
Tunjangan Transport                                               Rp.     700.000,- +
Penghasilan Bruto                                                                               Rp. 6.500.000,-
Potongan
P. J. Kecelakaan Kerja (0,50% x Rp. 4.800.000)     Rp.  24.000,-
P. Jaminan Kematian (0,25 x Rp. 4.800.000)          Rp.  12.000,-
Iuran Jaminan Hari Tua (2% x Rp. 4.800.000)      Rp.  96.000,- +
                                                                                                                 (Rp.  132.000,-)-
Penghasilan Neto Sebulan                                                                  Rp. 6.368.000,-

Penghasilan Neto Setahun 12 x Rp. 6.368.000=                           Rp. 76.416.000,-
PTKP:
Wajib Pajak                                                                                             (Rp.  24.300.000,-)-
PKP Setahun                                                                                            Rp.    52.116.000,-
PPh Pasal 21 terhitung:
5% x Rp 50.000.000,-                       =Rp. 2.500.000,-
15%x Rp 2.116.000,-                         =Rp.    317.400,-+
PPh per tahun                                 =Rp. 2.817.400,-

PPh per bulan                                 =(Rp  2.817.400 : 12)
                                                            = Rp. 234.784,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar