Minggu, 05 Oktober 2014

STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

A.  BIAYA PENDIDIKAN
Biaya adalah keseluruhan pengeluaran baik yang bersifat uang maupun bukan uang, sebagai ungkapan rasa tanggung jawab semua pihak terhadap upaya pencapaian tujuan yang sudah ditentukan. Biaya merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Penentuan biaya akan memengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan di dalam suatu organisasi.  
Biaya pendidikan adalah seluruh pengeluaran baik yang berupa uang maupun bukan uang sebagai ungkapan rasa tanggung jawab semua pihak (masyarakat, orang tua, dan pemerintah) terhadap pembangunan pendidikan agar tujuan pendidikan yang dicita-citakan tercapai secara efektif dan efisien, yang harus terus digali dari berbagai sumber, dipelihara, dikonsolidasikan, dan ditata secara administratif sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien. (Matin dalam buku Manajemen Pembiayaan Pendidkikan.)

B. STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Menurut PP No. 32 tahun 2013 Standar Pembiayaan Pendidikan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
     Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangansumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
·    Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
·      Biaya operasi satuan pendidikan meliputi:
1.      Gaji pendidik, tenaga kependidikan dan segala tunjangan yang melekat pada gaji,
2.      Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
3.      Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Menurut Lipham (1985), Pembiayaan Pendidikan adalah beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban.

C. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.
Pembiayaan pendidikan menjadi masalah yang sangat penting dalam keseluruhan pembangunan sistem pendidikan. Uang memang tidak segala-galanya dalam menentukan kualitas pendidikan, tetapi segala kegiatan pendidikan memerlukan uang. Oleh karena itu jika performance sistem pendidikan diperbaiki, manajemen penganggarannya juga tidak mungkin dibiarkan, mengingat bahwa anggaran mesti mendukung kegiatan.
Berikut kebijakan Pemerintah dalam Pembiayaan Pendidikan:
         Setiap warga Negara berhak mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya. Kemudian Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional (UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2  dan 4).
         Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. (Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab VIII Wajib Belajar pasal 34 ayat 2).
         Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 46). Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan (pasal 47). Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik (pasal 48). Pemerintah (pusat maupun daerah) harus mengalokasikan minimal 20% anggarannya untuk keperluan sektor pendidikan di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan (pasal 49). 
         Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dimana masyarakat yang dimaksud meliputi: penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan pihak lain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 2 ayat 1 dan 2). 

D.        Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pembiayaan Pendidikan
Menurut Undang-undang No 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab XV Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan pasal 54 :
Ayat 1: Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Ayat 2: Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Sedangkan dalam UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Guru Pasal 13 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur dengan PP.
J. Wiseman (1987) menyebutkan tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan adalah kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumber daya manusia/human capital ; Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan; Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya adalah:
1.        Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pada pasal 8 dan 9 UUSPN disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk berperanserta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasaan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan pasal 9 menyebutkan bahwa masyarakat wajib memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
2.        Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 10 UUSPN menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah:
a.         Wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi.
b.         Wajib menjamin tersedianya daya guna dan terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga yang berusia sampai dengan lima belas tahun.
3.        Tanggung Jawab Pendanaan. Pasal 46 UUSPN menyebutkan bahwa:
a.         Pendanan pendidikan memjadi tanggung jawab bersama bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
b.         Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan.
4.        Sumber dan Pengelolaan Dana Pendidikan. Pasal 47 UUSPN menyebutkan bahwa:
a.         Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan berkelanjutan.
b.         Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pasal 48 menyebutkan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efesiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.
5.        Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan diatur dalam 54 UUSPN, yaitu:
a.         Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
b.         Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Sedangkan fungsi komite sekolah (pada level sekolah) menurut Kemendiknas No. 044/U/2002 adalah sebagai berikut:
a.         Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b.         Melakukan kerjasama dengan mayarakat (perseorangan, organisasi, dunia usaha, dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c.         Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d.        Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
         Kebijakan dan program pendidikan
         Rancana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
         Kriteria kinerja satuan pendidikan
         Kriteria tenaga kependidikan
         Kriteria fasilitas pendidikan
         Hal-hal yang terkait dengan pendidikan
e.         Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f.          Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
g.         Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga dan masyarakat. Ini berarti mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.



E.        DANA BOS, BOP, BKM
          Biaya Operasional Sekolah (BOS)
Pada Maret dan Oktober 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merelokasi sebagian besar dananya ke empat program besar yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin, akibat peningkatan harga BBM. Keempat program tersebut adalah untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan bantuan langsung tunai. Salah satu program di bidang pendidikan yang mendapat alokasi anggaran cukup besar adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009 BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Program BOS mengadopsi pendekatan yang berbeda karena dana tidak diberikan kepada siswa miskin tetapi diberikan dan dikelola oleh sekolah. Jumlah dana BOS yang diberikan ke sekolah dihitung berdasarkan jumlah murid di masing-masing sekolah.
Tujuan program BOS menurut Buku Panduan 2006: ”Program bantuan Opearsional sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun”.
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah  pada tahun anggaran 2012, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
          SD/SDLB                             :    Rp 580.000,-/siswa/tahun
          SMP/SMPLB/SMPT        :    Rp 710.000,-/siswa/tahun



Landasan Hukum
Landasan hukum kebijakan penyaluran dan pengelolaan dana BOS Tahun 2012 antara lain:
1.        Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum  dan Alokasi BOS Tahun Anggaran  2012
2.        Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS  dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012
3.        Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan BOS
          Biaya Operasional (BOP)
Menurut Nafarin (2007) BOP atau Biaya Operasional adalah biaya usaha pokok perusahaan selain harga pokok penjualan. Biaya usaha terdiri dari biaya penjualan, biaya administrasi dan umum.  Biaya operasional pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat melangsungkan kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Program BOP bertujuan untuk meringankan biaya pendidikan bagi anak tidak mampu, agar mereka memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu.
Landasan Hukum :
1.        Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
2.        Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
3.        Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4.        Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2004-2025
5.        Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan.
          Bantuan Khusus Murid (BKM)
Menurut Muhammad Rizal Maulidi (2007) Dana Bantuan Khusus Murid (BKM) adalah salah satu manifestasi dari program kompensasi pengurangan susbsidi (PKPS) BBM yang ditujukan untuk membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah selama duduk di bangku sekolah. Dana ini diberikan kepada siswa yang tidak mampu untuk mencegah siswa putus sekolah. 
Tujuan lain dari Bantuan Khusus Murid (BKM) adalah memberikan fasilitas dan sarana belajar bagi siswa. Dana Bantuan Khusus Murid (BKM) diberikan oleh pemerintah melalui sekolah berupa uang tunai yang diberikan setiap enam bulan sekali.
Dana dapat dimanfaatkan siswa dalam mengikuti pendidikan di sekolah untuk pembiayaan iuran bulanan sekolah dan/atau; pembelian perlengkapan belajar siswa, dan/atau; transportasi siswa ke sekolah.
Persyaratan Penerima Dana Bantuan Khusus Murid (BKM)
Untuk sekolah :
1.        Mengajukan usulan daftar nama siswa calon penerima bantuan kepada Dinas Pendidikan Provinsi setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan Kab/Kota (dana Dekonsentrasi)
2.        Melengkapi isian format/biodata lengkap setiap siswa untuk keperluan pembukaan rekening atas nama siswa.
3.        Membuat pernyataan siswa yang diusulkan mendapat bantuan adalah benar-benar siswa dari keluarga kurang mampu secara ekonomi.
4.        Melengkapi identitas dan alamat sekolah secara lengkap.
5.        Memiliki rekening sekolah (bukan rekening atas nama pribadi atau yayasan), bagi sekolah yang siswanya sulit untuk mengakses ke Bank (tidak ada Bank di kecamatan sekolah berada).
Siswa Penerima:
1.        Siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi.
2.        Siswa yang tidak sedang menerima beasiswa lainnya dari Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah.
3.        Siswa SMA atau siswa SMK Bidang Studi Keahlian/Program Studi Keahlian selain Agribisnis dan Agroteknologi serta Pelayaran (siswa Agribisnis dan Agroteknologi serta Pelayaran memperoleh bantuan sejenis dari Pusat).
4.        Diusulkan oleh Sekolah bersangkutan sebagai siswa calon penerima bantuan.
5.        Ditetapkan sebagai penerima bantuan oleh Dinas Pendidikan Provinsi.
Landasan Hukum
Pemberian Bantuan Khusus Murid Jenjang Pendidikan Menengah dilandasi ketentuan perundangan sebagai berikut :
1)        Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan Nasional;
2)        Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 2010 tentang  Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional  2010-2014 dan perubahannya;
3)        Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah tahun 2010-2014
4)        Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Satuan Kerja Direktorat Pembinaan SMK, Direktorat Pembinaan SMA, dan Dekonsentrasi masing-masing provinsi.
F.         BADAN HUKUM PENDIDIKAN
Badan hukum pendidikan (disingkat BHP) merupakan suatu bentuk badan hukum lembaga pendidikan formal di Indonesia yang berbasis pada otonomi dan nirlaba. BHP dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 17 Desember 2008. Bagi pendidikan tinggi, BHP merupakan perluasan dari status badan hukum milik negara (BHMN) yang dianggap cenderung sangat komersil dalam penyelenggaraannya.
Badan hukum pendidikan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik dan bertujuan memajukan pendidikan Nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.
Pada tahun 2010, bentuk BHP telah dihapuskan sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009.
Alasan Mahkamah Konstitusi membatalkan UU BHP adalah karena secara yuridis UU BHP tidak sejalan dengan UU lainnya dan subtansi yang saling bertabrakan. Kedua UU BHP tidak memberikan dampak apapun terhadap peningkatan kualitas peserta didik dan ketiga UU BHP melakukan penyeragaman terhadap nilai-nilai kebhinekaan yang dimiliki oleh badan hukum pendidikan yang telah berdiri lama di Indonesia, seperti yayasan, perkumpulan, badan wakaf dan lain-lain. Oleh karena itu UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 dan batal demi hukum.
Mahkamah menilai UU BHP telah mengalihkan tugas dan tanggung Pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan adanya UU BHP misi pendidikan formal yang menjadi tugas Pemerintah di Indonesia akan dilaksanakan oleh Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) dan Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD). Padahal UUD 1945 memberikan ketentuan bahwa tanggung jawab utama pendidikan ada di negara.
UU BHP menjadikan BHPP dan BHPPD sebagai penentu keberhasilan pendidikan. Hal itu mengakibatkan tidak ada jaminan  tidak tercapainya  tujuan pendidikan  nasional sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum. Mahalnya biaya pendidikan saat ini membuat banyak masyarakat semakin mempertimbangkan lagi pentingnya sebuah pendidikan. Undang-undang yang baru saja disahkan oleh pemerintah ternyata malah mengundang kontroversi. Banyak pihak yang tidak setuju dengan UU BHP ini. Karena pengesahan ini membuat biaya pendidikan semakin mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

G.        BADAN LAYANAN UMUM PENDIDIKAN
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pasal 1 Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. BLU terdapat di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Badan Layanan Umum Daerah disingkat BLUD).
Sektor pelayanannya diantaranya adalah pendidikan, kesehatan, dan pelayanan di dalam wilayah kawasan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengamanatkan tujuan mulia BLU sebagai salah satu agen pembangunan, untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) guna menyalurkan bea siswa, riset dan pembangunan prasarana dan sarana pendidikan. BLU tersebut beroperasi pada tahun 2013. Saat ini, proses pembentukan BLU masih dalam tahap pembahasan antara dewan pengawas, yang diantaranya beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Agama.
BLU bidang pendidikan itu mengelola dana abadi pendidikan yang saat ini jumlahnya Rp 16 triliun dan akan dimanfaatkan untuk tiga bidang, yaitu untuk bea siswa S2 dan S3. Yang kedua untuk riset yang terkait dengan kesejahteraan nasional seperti ketahanan energi, lalu untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan untuk ketahanan bencana.
Landasan Hukum
1)        UU No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara
2)        UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
3)        PP no. 74 Tahun 2012: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
4)        PP No 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
5)        Permenkeu no. 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum
6)        Permenkeu No.  08/PMK.02/2006: Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum
7)        Perdirjen Perbendaharaan no. Per-36/PB/2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan Satuan Kerja Badan Layanan Umum
8)        Perdirjen Perbendaharaan no. PER-20/PB/2012 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Satuan Kerja Badan Layanan Umum.
9)        Perdirjen Perbendaharaan no.83 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
10)     Perdirjen Perbendaharaan no. 30 Tahun 2011 tentang Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satuan Kerja Badan Layanan Umum
11)     Permendikbud No. 77 Tahun 2012: Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan PTN yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
12)     Permendiknas No 33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengangkatan Dewan Pengawas Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan umum
13)     Permendiknas No 53 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum Bagi Perguruan Tinggi Negeri yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar