A.
Konsep Waralaba
Waralaba (Inggris: Franchising;Prancis: Franchise)
untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau
jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang
dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak
memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan
intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki
pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh
pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud
dengan Waralaba ialah:
Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada
pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada
individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang
telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Definisi Franchasing menurut Hisrich-Peter
(1995:513)
Adalah sebagai pelimpahan dari pabrikan atau
distributor suatu produk atau jasa yang diberikan kepada agen-agen lokal atau
pengecer dengan membayar sejumlah royalti.
Definisi Franchasing menurut Bygrave (1994:353
Adalah sebuah peluang bisnis dimana pemilik,produsen
atau distributor sebagai franchisor dari barang dan jasa atau merek tertentu
memberi hak kepada individu atau franchising untuk menjadi agen lokal dari
barang dan jasa dan sebagai imbalannya menerima pembayaran atau royalti yang
telah ditetapkan.
B.
Perbedaan
Antara Franchisor dan franchisee
Selain
pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan franchisor
dan franchisee.
·
Franchisor atau pemberi waralaba,
adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan
atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
·
Franchisee atau penerima waralaba,
adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
yang dimiliki pemberi waralaba.
C.
Sejarah
Waralaba (Franchise)
Franchise
pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine Company,
produsen mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh
perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan
bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya,
diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran
distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di Inggris waralaba dirintis
oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60-an.
Franchise
dengan cepat menjadi model yang dominan dalam mendistribusikan barang dan jasa
di Amerika Serikat. Menurut the International Franchise Association,
sekarang ini satu dari dua belas usaha perdagangan di Amerika Serikat adalah
franchise. Franchise menyerap delapan juta tenaga kerja dan mencapai empat
puluh satu persen dari seluruh bisnis eceran di Amerika Serikat (David
Hess, 1995: 333). Franchising kemudian berkembang dengan pesat karena
metode pemasaran ini digunakan oleh berbagai jenis usaha, seperti restoran,
bisnis retail, salon rambut, hotel, dealer mobil, stasiun pompa bensin, dan
sebagainya (Robert W. Emerson, 1994: 920).
D.
Jenis
waralaba (Franchise)
Waralaba dapat dibagi
menjadi dua:
- Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
- Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
E.
Biaya
waralaba
Biaya waralaba meliputi:
- Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
- Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.
F.
Tingkat
pengembalian
Tingkat pengembalian yang layak dari sebuah waralaba
adalah minimum 15 persen dari nilai.
G.
Sejarah Waralaba di Indonesia
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu
dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi.
Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem
pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur,
namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya[12] . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka
persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang
mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita
dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas,
waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16
tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun
2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung
kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut[13]:
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
- Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
- Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
- Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
- Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum
terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum
untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun
1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat
melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia,
khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini
dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima
waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master
franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima
waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba
akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain
APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License
Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba
di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben
WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia
yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya
nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo
(Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise
Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).
H. Pelaksanaan Waralaba (Franchising)
a.
Perlu ada kontrak antara Franchisor dan
franchisee.
b.
Dibuat format kontrak mencakup rencana pemasaran,prosedure
aliran dokumen,pelaksanaan bantuan.dan usaha pengembangan bisnis.
c.
Kontrak franchising disebut license agreement
atau franmchising contract.
I.
Produk
Yang Dapat Dijadikan Franchising
a. Barang/jasa
yang telah mempunyai pasaran luas dan citra unggul.
b. Formula
paten atau desain tertentu
c. Nama
dagang atau merek dagang.
d. Konsultan
manajemen keuangan /pengawasan
e. Promosi
advertising dan pembelian
f. Kantor
Pusat Pelayanan
J.
Keuntungan
Waralaba (Franchising)
a.
Resiko yang ditanggung tidak sebesar memulai usaha
baru dari awal.
b.
Produk yang ditawarkan telah memasuki pasaran
luas dan diterima umum.
c.
Memiliki keahlian manajemen .
d.
Memberikan pelatihan dibidang akunting,personalia,marketing
dan produksi.
e.
Kelengkapan modal melingkupi fasilitas perlengkapan,tata
letak ,kontrol persediaan .
f.
Pengtahuan tentang pasar bagus ,maka
franchising akan mampu menyusun perencanaan
pasar.
g.
Tidak perlu
mengeluarkan biaya lagi untuk memperkenalkan produk.
h.
Kualitas produk tetap dijaga.
Sumber:
3.
http://www.kampus.marketing.co.id/sejarah-waralaba/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar